
"Memangnya ... ada seseorang didalam tubuhku ini? Jika hasratku sudah memuncak, ada suara perempuan yang membisikkan untuk membunuh orang yang kuincar ...," jelasku dengan nada sedikit tinggi karena saat itu Kirito sedang menyiapkan sesuatu didapur.
Setelah beberapa menit, Kirito datang membawa dua gelas berisikan sirup."Yap, betul sekali. Memang ada seseorang didalam tubuhmu. Tapi, itu tak menentu siapa yang telah merasukimu ... jika kamu, betul-betul sangat berbeda karena bukan hasrat dari tubuhmu namun orang lain. Coba kamu pikir-pikir kembali, siapa yang pernah kamu bunuh atau pernah terasa menghilang ataupun ... mendengar suara seseorang yang sangat familiar bagimu?" jelas Kirito sekaligus bertanya. Aku meneguk minumanku, lalu kembali berpikir suara saat hasratku memuncak.
"Suaranya hampir seperti Ibuku ...," kataku, dengan mata terkejut karena baru tersadar jika itu adalah suara Ibuku. "Tapi, kenapa bisa Ibu menyuruhku untuk membunuh?!" teriakku, tak percaya dengan kenyataan ini. Kirito langsung menatapku dengan tatapan serius, membuatku sedikit canggung dengan tatapannya. Kirito pun duduk disampingku, aku saja masih heran mengapa dia duduk disampingku ...
"Orangtuamu ... telah pergi meninggalkanmu dengan sangat misterius, bukan?" tanya Kirito, menebak. Aku hanya mengangguk pelan. "Jika memang betul begitu ... pasti orangtuamu telah dibunuh seseorang dan orangtuamu merasukimu untuk membunuh seseorang yang telah membunuh mereka berdua," jelas Kirito. Aku tersentak kaget dengan penjelasannya. Namun, yang kuingat-ingat saat ini adalah tentang orang-orang yang beberapa hari kubunuh ...
SEMUANYA MEMPUNYAI DUNIA LAIN.
"Hei, Kirito! Sekarang tinggal berapa pemilik dunia lain?!" seruku, melirik HP Kirito yang sedari tadi dia pegang.
"Woi! Tunggu! Jangan dilihat! Akhh!!!--" seru Kirito, menjauh dariku. Namun ... Kirito akhirnya terjatuh dari sofa. Aku hanya tertawa kecil dan mengambil HP-nya tersebut.
1
2
3
Yap. Ada fotoku disana.
"Ki ... Kirito ... kamu tak bohong, bukan?" tanyaku, sedikit canggung setelah melihat wallpaper-nya tersebut. Kirito menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tak gatal dan menatapku dengan tatapan tsundere :3
"AH SUDAHLAH! AKU MAU CEK TERLEBIH DAHULU!" seruku, dengan nada tsundere. Aku melihat aplikasi dunia lain Kirito, yaitu Couple World, dunia lain yang bisa melihat kegiatanku maupun kegiatannya. Saat aku melihat Person, disana ada dua pemilik dunia lain yang tersisa.
"Hmm ... dua pemilik dunia lain tersisa, ya? Sepertinya diantara dua pemilik dunia lain ini ada yang kuat," ujarku. Kirito berdiri dan mengambil HP-nya tersebut. Aku tak berani melihat wajahnya, apalagi wajah Kirito yang sedari tadi tak melihat wajahku.
"O ... oi! Bicarakan sesuatu, dong!" seru Kirito, menempelkan tanggannya di pundak kananku. Aku langsung kaget dan refleks mendorongnya sekuat mungkin tanganku.
BRUAKK! Kirito pun menabrak pintu rumahnya dan saat aku melihat pintu rumahnya yang ternyata sudah terbuka oleh ...
AKITO.
"A ... Akito! Kenapa bisa kamu kesini?" tanyaku, menyambut Akito dengan ramah. Akito tersenyum kepadaku, lalu memelukku.
"Saki, kamu sudah menemui Hinata, bukan?" tanya Akito. Aku pun mengangguk pelan. "Dia adalah teman masa kecilku yang berasal dari Hokkaido. Tapi ... sangat disayangkan, tadi dia tampak pingsan dengan kakinya yang sudah lepas. Aku sangat kaget dan langsung membawanya ke rumah sakit. Aku pun belum menyambutnya ...," Akito menunduk. Aku langsung merasa bersalah dan menunduk. Tiba-tiba ... hasrat membunuhku mulai memuncak kembali. Mataku kembali berwarna merah, dan Kirito tersadar jika diriku sudah mempunyai hasrat untuk membunuh. Akito betul-betul kaget melihat wajahku dan langsung menarik tanganku ke belakang, tepatnya dapur.
"Ksh ... kenapa ... Akito selalu yang duluan?" Kirito memukul meja ruang tamu.
Didapur, Akito memegang pundakku. Wajahku sudah mulai pucat dan mulutku sudah menampakkan senyum-senyum tak wajar.
"Saki ... apapun keadaan yang telah terjadi kepadamu, aku akan menerimamu, apapun itu keadaanmu." Akito tampak serius. Rasa bercampur aduk didalam hatiku: senang, marah, kesal, dan terharu. Akito tersenyum lalu mencium keningku dengan sangat lembut. Aku betul-betul sangat bahagia, betul-betul bahagia. Perlahan-lahan, hasrat membunuhku telah hilang ...
"Saki, aku ingin menceritakan sesuatu padamu. Tentang Hinata," ujar Akito. "Besok, kita akan berlibur ke pantai. Lagian, kan besok kita libur seminggu. Nah ... kita gunakan untuk pergi ke pantai dan malamnya kita belajar, oke?" jelas Akito, sambil mengedipkan salah satu matanya. Aku mengangguk pelan dan pergi ke ruang tamu menghampir Kirito.
Disana, Kirito tertidur lemas di atas sofa. Aku pun menghampirinya, melihat wajah tidurnya yang betul-betul sangat khas dan unik.
"Hoamm ... ah, aku juga mengantuk. Lagian, sekarang kan siang, aku harus tidur!" seru Akito, tertidur di sofa sebelah yang lebih kecil. Aku heran melihat rumah ini. Tak ada kamar disini, hanya ada sofa.
"Hng ... Saki ...," Kirito mengigau dan tangannya seakan meraih sesuatu. Iseng-iseng, aku pun menggegam tangannya--
GREP! Tiba-tiba Kirito menarik tanganku. Aku pun memejamkan mataku. Saat aku membuka mataku, ternyata wajah kami berdua dekat sekali sampai-sampai aku bisa melihat mata Kirito berwarna hitam!
Aku berusaha memecahkan momen bagus ini ... namun, Kirito pun semakin lama semakin mendekatiku ...