
.***
"Dapat nilai berapa?" tanya Leon sepulang sekolah.Sandra menujukkan kertas ulangan nya.
"Wow!" Leo menggeleng.
"Ini nilai terjelek yang pernah kulihat!" Sandra mendesah kesal.
"Apa kata wali kelasmu?" tanya Leon penasaran.
"Dia akan memberiku satu kesempatan lagi untuk ulangan susulan besok!" kata Sandra.Leon tertawa.
"Itu kabar bagus!"
"Aku tidak percaya harus ulangan lagi!" kata Sandra kesal.
"Hei! Kalau kau mau aku bisa membantumu!"
"Kau mau membantuku? Memang nya berapa nilaimu?" tanya Sandra penasaran.Leon tertawa misterius.
"Katakan saja aku dapat nilai lebih tinggi darimu!" Sandra memandang Leon dengan curiga. Lalu disambar nya tas Leon dan membuka isi nya. Sandra menemukan kertas ulangan fisika di dalam nya.
"Heh! Mau ngapain sih?" tanya Leon bingung.
"Mencari tahu nilai ulanganmu!" jelas Sandra.
"Ahâ?¦ aku tahu sekarang. Nilai sempurna! Aku hanya tidak mengerti mengapa kau bersusah payah ingin menjadi murid teladan?"
"Aku ingin menjadi dokter, seperti papap\ku!" kata Leon.
"Dan supaya bisa jadi dokter, aku rasa harus dapat nilai yang bagus!" Sandra tidak menyangka orang seperti Leon masih punya keinginan untuk menjadi dokter.
"Kau ingin jadi dokter?"
"Ya!" jawab Leon tegas.
"Bukankah semua orang punya cita-cita?"
"Aku tidak punya cita-cita! Aku tidak tahu ingin menjadi apa di masa depan." Leon menatap Sandra dengan lembut.
"Jangan khawatir, kau akan mengetahui nya suatu hari nanti." Sandra tersenyum.
"Kelihatan nya kau yakin sekali!"
"Aku selalu yakin!" kata Leon. Sandra tersenyum dalam hati.
"Bagaimana kalau sekarang kita ke perpus dan belajar?" tanya Leon.
"Bukankah kau mau pulang ke rumah?" tanya Sandra heran. Leon menggeleng.
"Aku mau mengajarimu sampai bisa!"Sandra tertawa terbahak-bahak.
"Aku rasa itu membutuhkan waktu yang lama!"
"Tidak apa-apa!" kata Leon sambil ke perpustakaan.
"Hari ini aku tidak ada kegiatan. Daripada pulang ke rumah dan berdiam diri di kamar sepanjang hari, lebih baik aku berada di sini."
"Aku senang kau mau menemaniku belajar!" kata nya tulus, mereka mengambil tempat duduk di bagian yang tidak terlalu ramai. Leon tersenyum lebar sambil membuka buku fisika.
"Sebenar nya aku hanya ingin melihat penderitaanmu sewaktu belajar. Oh ya, aku perlu mengingatkanmu kalau aku adalah guru yang perfeksionis. Kau tidak akan keluar dari perpustakaan ini sebelum menyelesaikan soal latihan ini.
"Sandra melihat soal latihan di depan nya.
"Hah?! Tiga lembar?!!" Leon tersenyum manis.
"Ya! Aku sudah bilang kan kau tidak akan keluar dari sini sebelum semua latihan nya selesai?" Sandra memandang Leon dengan tatapan menderita.
***
Dua hari kemudian, Sandra melihat nilai ulangan fisika nya, dia menarik napas lega. Nilai tujuh masih bukan nilai sempurna, setidak nya Pak Donny tidak menghubungi mama nya. Hal itu membuat ia senang. Leon melihat nilai ulangan Sandra sambil menggeleng-geleng,
"Setelah aku bersusah payah mengajarimu, kau hanya dapat nilai segini?"
"Aku kan sudah berusaha!" kata Sandra.
"Yah, aku bisa bilang apa?" kata Leon.
"Ini bukan salah guru nya, tapi murid nya!"
"Aku sudah belajar mati-matian sampai kepalaku sakit, mataku merah, dan tanganku kram setengah mati." Protes Sandra.Leon tersenyum lebar.
"Kau sangat lucu saat itu!"
"Aku rasa aku kapok diajar olehmu!" teriak Sandra.
"Kalau begitu jangan dapat nilai jelek lagi lain kali!" kata Leon.
"Belajar bersamamu bagiku mimpi buruk!" kata Sandra. Leon terbahak-bahak.
Sandra berharap Leon bisa tertawa terus seperti ini setiap hari. Seminggu kemudian Sandra menemukan Leon sedang termenung sedih di kelas nya.
"Hei, kenapa kau?" tanya Sandra.Leon terdiam.
"Ada yang tidak beres ya?" tanya Sandra.Leon menatap mata Sandra.
"Pagi tadi aku bertengkar dengan papaku!" kata Leon.
"Kenapa?" tanya Sandra.
"Papa mengatakan hari ini aku harus menjalankan pemeriksaan lagi sepulang sekolah. Aku bilang pada nya aku memutuskan untuk tidak melakukan nya lagi!"
"Bukankah kau ingin sembuh?" tanya Sandra.
"Hal ini sudah berlangsung seumur hidupku, Sandra. Tidak pernah ada kemajuan sama sekali."
"Jadi kau memutuskan untuk menyerah?" ujar Sandra.
"Aku lelah, Sandra." Kata Leon.
Baru kali ini Sandra melihat wajah Leon yang sedih."Leonâ?¦" kata Sandra pelan. "Aku tidah tahu apa yang kau rasakan saat ini. Tapi tidakkah kau punya keinginan untuk sembuh?"
"Tentu saja ingin." Kata Leon.
"Aku hanya berharap aku tidak perlu melalui pemeriksaan yang tidak ada habis-habis nya!"
"Jadi kau tidak mau ke rumah sakit hari ini?"Leon menggeleng.
"Sayang sekali." Kata Sandra.
"Mengapa?" tanya Leon.
"Karena tadi nya aku mau menemanimu!" Leon tersenyum.
Sandra menemani Leon ke rumah sakit hari itu. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, mereka berdua bercanda dan tertawa tiada henti. Baru kali ini Pak Budi melihat Leon tertawa lepas. Papa Leon terkejut ketika melihat anak nya berada di rumah sakit.
"Leon?"Leon menatap ayah nya.
"Maafkan aku karena tadi pagi bertengkar dengan Papa. Aku memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan!" Papa nya senang bukan main. Kemudian dilihat nya gadis yang berdiri di sebelah Leon.Leon lalu memperkenalkan Sandra.
"Papa, ini Sandra, teman sekolahku!" Papa Leon tersenyum. Jadi ini teman istimewa Leon yang hendak dikenalkan nya tempo dulu! Kata nya dalam hati. Memang bukan teman yang biasa, kata nya lagi.
"Halo, Sandra!" Papa Leon menyapa nya.
"Halo, Oom!" balas Sandra.
"Senang bertemu dengan Om!"
"Om juga!" balas"y sambil tersenyum. Lalu dia berpaling pada Leon. "Apakah kita bisa memulai pemeriksaan nya sekarang juga, Leon?"
"Paâ?¦" kata Leon.
"Keberatan tidak, kalau Sandra ikut bersamaku?"
"Tidak!" jawab nya.
Pertama-tama Leon dibawa ke sebuah ruangan untuk diambil darah nya. Sandra berada di samping nya. Leon mengulurkan tangan pada suster yang sudah memegang jarum suntik. Tatapan Sandra jatuh pada tangan Leon. Di sana terdapat banyak sekali bekas tusukan jarum. Kesedihan terpancar di mata Sandra.Sandra menggenggam tangan Leon yang satu nya lagi.
Leon memandang Sandra seakan mengatakan, "Terima kasih". Ketika pemeriksaan tersebut selesai, Leon mengajak Sandra makan di kantin rumah sakit. Leon memandang Sandra tanpa berkedip.
"Apa ada sesuatu di mukaku?" tanya Sandra, merasa tidak enak dipandangi terus.
"Tidak ada!" kata Leon.
"Hanya saja aku teringat pertama kali kita bertemu! Aku belum pernah bertemu gadis sepertimu sebelum nya! Rambut merah, kuku merah, dan baju seragam yang berantakan. Benar-benar kesan yang tidak terlupakan!" Sandra tertawa.
"Pasti! Aku memang sengaja mau membuat sekolah kalian mengeluarkanku hari itu juga!"
Satu jam kemudian, Leon menurunkan Sandra di depan rumah nya."Terima kasih karena sudah mengantarku!" kata Sandra.
"Sandraâ?¦"
"Yaâ?¦"
"Aku rasa kau lebih cantik tanpa menggunakan anting-anting di hidungmu itu!" Sandra tertawa. Keesokan hari nya Sandra melepas anting-anting di hidung nya dan berhenti merokok.
***
Seminggu kemudianâ?¦Sandra sedang menikmati makanan nya di taman sekolah, ketika Leon duduk di depan nya sambil mengulurkan secarik kertas merah ke hadapan nya.
"Apa ini?" tanya Sandra sambil makan.
"Ini pamflet malam kesenian yang akan diadakan sebulan lagi!" kata Leon.
"Setiap tahun sekolah mengadakan
malam kesenian. Kali ini aku jadi salah satu panitia nya!"
"Selamat, kalau begitu!" kata Sandra.
"Kau harus ikut!" seru Leon riang.
"Tidak!" kata"y tegas.
"Oh, ayolah! Pasti akan menyenangkan!" kata Leon tertawa.
"Aku tidak punya bakat seni!" tandas Sandra.
"Bagaimana kau tahu kalau kau tidak mencoba?"
"Percaya deh, aku benar-benar payah di bidang seni, Leon!"
"Minggu lalu aku mengikuti keinginanmu untuk pergi ke rumah sakit. Jadi kali ini kau harus ikut. Sebagai panitia aku diharuskan merekrut orang untuk ambil bagian pada malam kesenian ini. Aku belum mendapatkan satu orang pun!"
"Seharus nya itu jadi petunjuk kalau tidak semua orang punya bakat seni!" kata Sandra.Leon tertawa.
"Ini acara sekolah terakhir untuk kita. Tahun depan kita sudah tidak berada di sekolah ini lagi. Jadi ikut, ya?"
"Omong-omong, kau mau menyumbang apa?" tanya Sandra.
"Aku seperti biasa, main piano!" Leon tertawa.
"Jadi, kau mau ikut?"Sandra tersenyum manis dan menjawab. "Tidak!" Leon cemberut.
"Ayolah!!"Sandra tetap menggeleng.
"Kau tidak mau melakukan nya untukku?" Leon memohon lagi.
"Begini, Leonâ?¦ aku tidak mau mengikuti acara seperti ini." Kata Sandra.
"Kau bisa meminta yang lain, tapi jangan yang ini, oke?"
"Ahâ?¦ aku tahu!" kata Leon.
"Kau takut, ya? Demam panggung atau kau takut orang-orang menertawakanmu? Ternyata Sandra yang aku kenal seorang penakut." Sandra langsung marah.
"Aku tidak demam panggung! Dan aku bukan penakut!"
"Kalau begitu buktikan!" balas Leon senang. Tiba-tiba Sandra sadar Leon hanya berusaha memancing kemarahan nya.
"Tunggu duluâ?¦ ini tidak akan berhasil, Leon. Aku tidak mau ikut!" Leon mendesah putus asa.
"Bagaimana kalau kita taruhan lagi? Genap arti nya kau ikut malam kesenian, kalau ganjil arti nya kau tidak ikut!" Sandra memandang Leon dengan curiga.
"Baiklah!" kata Sandra.
"Tapi kali ini aku yang memetik bunga nya!"
"Oke!" kata Leon.
"Kalau ganjil kau tidak akan mengungkit soal ini lagi!" kata Sandra.
"Aku janji!" kata Leon.Sandra mengambil setangkai bunga melati dan mulai menghitung kelopak nya. Genap.Senyum Leon semakin lebar. "Besok sepulang sekolah ada latihan. Kau bisa memilih salah satu pentas yang akan dimainkan. Selamat bersenang-senang!" Sandra menggerutu kesal.
"Kenapa aku selalu kalah darimu?"
"Itu karena aku memang ahli taruhan!" kata Leon.
"Ahli dari mana?"
"Sandraâ?¦" kata Leon.
"Aku selalu bertaruh setiap hari untuk hidupku dan sampai saat ini aku selalu menang, bukan?" Sandra terdiam lama.
"Baiklah aku mengaku kalah." Kata Sandra. Leon bertepuk tangan. "Ayo semangatlah."
***