![Cowardise [File 1 : Simulation]](https://www.pulsk.com/images/2014/11/12/5462e21aaed02_5462e21aaf2e0.jpg)
Gir-gir mesin dalam tubuh android itu berputar pelan, desing mesinnya hanya terdengar di telinga android itu sendiri. Iya, android.
Pemuda yang terlihat seperti lelaki normal berusia 25 tahun itu bukan manusia, melainkan robot. Tubuhnya terbuat dari logam berbalut kulit sintesis, melindungi mesin-mesin dan program yang berjalan dalam tubuhnya.Surai pirang kehijauan android itu terlihat acak-acakan, bergoyang pelan selagi dia berjalan. Lensa hijau beningnya menatap lurus ke ujung jalan, tepatnya pada bangunan yang dapat dikenali sebagai halte bis. Tanpa suara, pemuda android itu berjalan sambil mengingat-ingat alasan kenapa dia mengunjungi halte bis kota tak berpenghuni itu.
"Fleim," android itu memutar rekaman kejadian 10 menit yang lalu dalam kepalanya, memperlihatkan pemuda berambut putih kebiruan memanggil namanya. "Pergilah ke halte."
"Kenapa?" Android bernama Fleim itu masih berjalan sambil mengingat-ingat apa yang diucapkan android lain itu, Kioguel.
"...Matyra pu"datang. Tolong jemput dia."
"Matyra...oh, gadis manusia itu. Harus dijemput?"
Fleim menghentikan rekaman memori itu tepat pada tatapan Kioguel yang sulit diartikan. Kulit sintetisnya mengerut saat dia mengernyitkan dahinya, mulutnya begumam pelan.
"Aneh."
"Apa yang aneh, Fleim?" cepat, lensa penglihatan android jangkung itu mencari orang yang memanggil namanya.Tidak perlu waktu lama, karena pemilik suara yang terdengar tidak alami itu tengah duduk di hadapannya, tepatnya di bangku tempat calon penumpang bis duduk menunggu. "Ah, maafkan ketidaksopananku. Selamat sore, Fleim." Lagi-lagi suara itu mengudara.
"Sore, Dequilla." Fleim melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, berjalan ke arah bangku di sebelah perempuan berambut marun dan duduk."Hhaa...kau masih belum mau memperbaiki suaramu?"
Perempuan yang dipanggil Dequilla itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lembut, tangan kanannya terangkat untuk meraba leher jenjangnya. Jari-jarinya menelusuri garis samar yang melingkari pangkal lehernya, salah satu pertanda kalau perempuan itu juga android.
Namun, suara yang keluar dari mulutnya terdengar sangat berbeda dengan suara Fleim. Bukan, bukan karena Fleim dirancang menyerupai laki-laki dan Dequilla dibuat menjadi perempuan dewasa. Suara Dequilla terdengar seperti suara mesin, melengking dan diiringi gemerisik pelan. Hal itu membuatnya terdengar seperti robot biasa, bukan android dengan mesin pengolah suara yang jernih, pita suara sintetis yang lentur serta data pengolah suara dan nada yang lengkap.
Fleim ingat benar kalau kerusakan pada mesin pengolah suara Dequilla sudah berlangsung selama satu minggu. Dan pemuda itu juga ingat, bagaimana perempuan yang duduk di sebelahnya bersikeras tidak mau pergi ke De"centre, pusat kota Cowardise, untuk memperbaiki kerusakan di dalam leher logamnya.
"Kalau aku meninggalkan halte ini dan pergi ke Pusat untuk memperbaiki suaraku, siapa yang nanti akan menyambut Matyra?" Pertanyaan Dequilla, yang dia pakai sebagai jawaban atas pertanyaan Fleim membuatnya mengernyitkan alis lagi. Pasalnya, android berlensa ungu itu juga mengatakan hal yang sama saat dia menolak untuk pergi ke De"centre, rumah sakit bagi manusia dan robot yang lebih sering disebut Pusat.
"Hhaa...gadis itu lagi." gumam Fleim pelan.
"Eh?"
"Tidak, tidak apa-apa." Setelah itu, sang android berambut pirang memejamkan lensa matanya sembari menghirup udara yang sebetulnya tidak dia butuhkan. Suatu tindakan yang menghentikan percakapannya dengan Dequilla secara sepihak.
Matyra, lengkapnya Matyra Iuno. Masih memejamkan mata, Fleim memutar memori yang dia miliki tentang gadis yang namanya berkali-kali dia dengar. Dia ingat namanya. Memorinya juga masih menyimpan bagaimana penampilan dan suara gadis itu dengan jelas, mengingat terakhir kali mereka bertemu 2 minggu yang lalu. Sebagai tambahan, memori android seperti dirinya jauh lebih akurat daripada memori manusia.
Namun, data-data yang tersimpan dalam memorinya justru membuatnya merasa janggal. Android bernama Fleim itu sangat yakin kalau 2 minggu yang lalu adalah saat pertama dan terakhir kali dia bertemu gadis manusia itu. Sudah sewajarnya kalau dia tidak terlalu mengenal gadis itu. Yang membuatnya heran adalah, kenapa android lain terlihat sangat mengenal Matyra? Tidak hanya Kioguel, yang pada dasarnya memang memiliki tugas untuk menyimpan banyak kenangan, ataupun Dequilla yang bertugas menjaga perbatasan, menunggu dan menyambut siapapun yang memasuki Cowardise.
Semua, semua android yang kembali aktif dalam kota mesin itu terlihat akrab dengan sang gadis, kecuali dirinya sendiri.
Satu lagi. Saat pertama kali bertemu, gadis itu langsung memanggil namanya. Tanpa diberitahu, gadis itu mengetahui namanya. Sedangkan saat itu, dirinya belum mengetahui nama sang gadis.
Tangan sang android terangkat untuk menopang kepalanya, alisnya tertaut kala dia berpikir. Processornya menyusun satu persatu data yang dia miliki tentang gadis manusia itu. Nama, usia, tinggi, penampilan, suara, identitas...
"Hey, Dequilla," belum mengangkat kepalanya, Fleim bertanya. "Sebenarnya...gadis itu siapa?"
Siapa? Semua android yang Fleim ketahui mengenal gadis itu. Di lain pihak sang gadis juga terlihat akrab dengan mereka. Pemuda berambut pirang itu merasa belum lama mengenal seorang Matyra Iuno...lalu, mengapa processornya terus menerus membuat simulasi tentang dirinya yang mengenal Matyra?
"Aah," senyum sendu terulas di wajah Dequilla "tentang itu..."
Android berambut marun itu menghentikan kalimatnya tepat saat deru kendaraan memenuhi indera pendengaran mereka. Di ujung jalan, nampak sebuah bis melaju ke arah mereka.
"Kenapa tidak kau cari tahu sendiri, seperti yang selama ini selalu kau lakukan?"
_______________________________________________________
"Jadi...bisa jelaskan kenapa kau menyambutku seperti ini, Dequilla?"
"Matyraaa~"
Sekali, dua kali, masih saja Fleim mengerjap-kerjapkan lensa matanya. Mimik wajahnya jelas menunjukkan kalau android pirang itu kaget. Pasalnya, gestur dewasa nan anggun yang dari tadi ditunjukkan Dequilla hilang entah kemana saat sebuah bis bertingkat dua berhenti di hadapan mereka. Android berambut marun itu langsung berdiri, dan bisa dibilang menerjang satu-satunya orang yang turun dari bis tersebut.
"Datanya menyusun simulasi "rindu" saat melihatmu, mungkin?" bukannya menjawab, android jangkung itu justru balik bertanya. Wajar jika pemuda itu terdengar tidak yakin, karena tiap-tiap android memiliki kemampuan menyusun simulasi emosi yang berbeda, sesuai dengan data yang dimiliki.
"Rindu"aku hanya pergi selama dua minggu," gumam perempuan itu dengan nada datar. Tangannya menggapai-gapai aspal di belakangnya yang masih hangat setelah ditinggal bis automobile pengantarnya. Pelan-pelan dia menopang dirinya dan mengangkat tubuh logam di atasnya. "Dequilla, ayo bangun."
"Dua minggu itu lebih dari sekedar hanya!" Bukannya bangkit, android yang disebut namanya itu justru mempererat dekapannya, membuat wajah pucat Matyra semakin pias karena kesulitan bernapas.
"Hargh, De--!!" sekali lagi Fleim hanya bisa terpana saat manusia bersurai hitam di hadapannya menepuk"ralat, menggebuki punggung Dequilla sebagai usaha akhir sebelum tulang rusuknya remuk karena dekapan lengan logam di sekelilingnya. "F-Fleim! Jangan diam saja!"
Bahkan, android jangkung itu butuh beberapa detik untuk bereaksi saat namanya diserukan.
"Dequilla," Fleim menyentuh ringan bahu ramping android yang dia sebut namanya dengan nada datar.
Membekunya tubuh logam android bersurai ungu itu hanya ketara bagi mereka yang bermata awas, karena dalam waktu sepersekian detik Dequilla sudah bergerak sewajar gerakan terwajar manusia. Dengan data ekspresi bersalah terakurat dalam mother boardnya, dan wajah yang meniru data tersebut secara sempurna, Dequilla melepaskan pelukannya pada Matyra dengan gestur enggan. Lensa ungunya menampilkan gradasi warna dan pengaturan cahaya yang menghasilkan siratan rindu, membuat gadis manusia yang tengah berdiri sembari menepis debu di bajunya menghela napas pelan.
"Terkutuklah mereka yang merancang simulasi emosi kalian," gerutu pelan keluar dari bibir pucat sang gadis, kontras dengan ekspresi datar yang kembali terpampang di wajahnya.
"Hanya orang bodoh yang mengutuk manusia tak bernyawa." Gumam Fleim, mengundang sepasang lensa ungu dan sepasang mata kobalt melirik ke arahnya.
"Memang," bibir tipis Matyra melengkung samar. "manusia pertama yang menjejakkan kakinya di kota Cowardise setelah menghilang selama 183 tahun dari peradaban ini memang bodoh, Fleim."
Sindiran. Sebagian besar dari pengolah data android berambut pirang itu memproses ucapan sang manusia sebagai sindiran. Sisanya? Hanya bagian kecil yang menyediakan simulasi ragu akan arti dari ucapan sang manusia.
"Mau sampai kapan kita berdiam di sini?"
"Ah"" Fleim tidak sempat menjawab, lensa hijau beningnya mengikuti gerakan tangan kiri Matyra yang meraih tangan halus Dequilla.
"De"Centre, sekarang," kali ini giliran tangan kanan Matyra yang bergerak untuk menyentuh lembut leher android perempuan yang tingginya sepantaran dengan dirinya. "Jelas ada yang tidak beres dengan kelenturan pita suara Dequilla. Dan, aku ingin cepat-cepat bertemu yang lain."
Sekali lagi, lensa hijau bening sang android hanya bisa mengikuti gerakan Matyra yang menarik Dequilla untuk melangkah melewati dirinya, sebelum akhirnya dia menggerakkan kaki logamnya sendiri. Dalam mother boardnya, Fleim membuat catatan untuk dirinya sendiri
"Tanya Kioguel," Hari itu, entah untuk keberapa kalinya Fleim menghembuskan udara yang tidak dibutuhkan tubuh logamnya. "Matyra Iuno bukan manusia yang mudah dipahami."